BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang
mula-mula memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani
bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan pikiran
dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme hanyalah
ide murni yang ada di dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal dari ide
yang ada sejak kelahirannya.
Teori
disiplin mental setidaknya mempunyai dua versi pokok, yakni humanisme klasik
dan psikologi kecakapan (faculty psychology). Masing-masing merupakan hasil
dari perkembangan tradisi budaya yang berbeda. Humanisme klasik berasal dari
Yunani kuno. Humanisme Klasik mempunyai dasar asumsi asumsi bahwa otak manusia
merupakan satu pusat atau sentral yang aktif dalam berhubungan dengan
lingkungannya, dan secara moral ia netral saat lahir
Teori belajar disiplin
mental menekankan pada latihan mental yang diberikan dalam bentuk studi.
Disiplin mental juga dikenal dengan ungkapan disiplin formal. Gagasan utama
disiplin mental adalah pada otak atau pikiran
yang dianggap sebagai benda nonfisik terbaring tidak aktif hingga ia
dilatih. Kecakapan pikiran atau otak seperti ingatan, kemauan, akal budi, dan
ketekunan merupakan “otot-ototnya” pikiran atau otak tadi. Otak
dipersepsikan seperti otot-otot fisiologis yang bisa kuat jika dilatih secara
bertahap dan terus menerus serta dengan porsi yang memadai, maka otot-otot
pikiran atau otak pun demikian halnya. Otak manusia bisa kuat dalam arti
lebih tinggi kemampuannya jika dilatih secara bertahap dan memadai.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di
atas dapat di rumuskan beberapa masalah, antara lain:
1. Apa
pengertian dari ke disiplinan mental?
2. Apa
saja aliran-aliran dari kedisiplinan mental?
3. Bagaimana
hakikat teori kedisiplinan mental?
4. Apa tujuan teori disiplin mental?
5. Bagaimanakah implementasi
teori disiplin mental?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini antara lain:
1. Untuk
mengetahui pengertian dari ke disiplinan mental.
2. Untuk
mengetahui aliran-aliran dari kedisiplinan mental.
3. Untuk
mengetatui hakikat teori kedisiplinan mental.
4. Untuk
mengetahui dan memahami teori kedisiplinan mental.
5. Untuk
mengetahui implementasi dari teori disiplin mental.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Keplidisiplinan Mental
Teori belajar disiplin mental berkembang sebelum abad ke-20. Teori ini
tanpa dilandasi eksperimen dan hanya berdasar pada filosof atau spekulatif.
Walaupun berkembang sebelum abad ke-20, namun teori disiplin mental sampai
sekarang masih ada pengaruhnya, terutama dalam pelaksanaan pengajaran
disekolah-sekolah. Teori ini menganggap bahwa secara psikologi individu
memiliki kekuatan, kemampuan atau
potensi-potensi tertentu. Belajar adalah pengalaman dari kekuatan, kemampuan
dan potensi-potensi tersebut.
Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang
mula-mula memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani
bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan
pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme
hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal
dari ide yang ada sejak kelahirannya. Belajar dilukiskan sebagai pengembangan oleh fikiran yang bersifat keturunan. Kepercayaan ini
kemudian dikenal sebagai konsep “Disiplin Mental” (Bell Gredler, 1994:21)
Dalam teori disiplin mental individu memiliki kekuatan, kemampuan atau
potensi-potensi tertentu. Menurut Jean Jacques Rosseon, anak memiliki
potensi-potensi yang masih terpendam, melalui belajar anak harus diberi
kesempatan untuk mengembangkan atau mengaktualkan potensi tersebut.
Menurut psikologi atau Faculty Psychology individu memiliki sejumlah
daya-daya seperti daya mengenal, mengingat, menganggap, mengkhayal, berfikir
dan sebagainya. Daya itu dapat dikembangkan melalui latihan dalam bentuk
ulangan, kala anak dilatih banyak mengulang-ulang, menghapal sesuatu maka ia
akan ingat terus akan hal itu.
Menurut rumpuan teori disiplin mental, dari kelahirannya atau secara
herediter, anak telah memiliki potensi-potensi tertentu. Ada beberapa teori
yang termasuk rumpun disiplin mental sebagai berikut:
1. Teori disiplin mental Theistic, berasal dari psikologi daya seperti
mengamati, menganggap, mengingat, berfikir, memecahkan masalah dan sebagainya.
2. Teori disiplin mental Humanistik, lebih mementingkan keseluruhan –
keutuhan.
3. Teori disiplin mental Naturalisme, teori ini mempunyai potensi atau
kemampuan untuk berbuat atau melaksanakan tugas, tetapi juga memiliki kemauan
dan kemampuan untuk berkembang dan belajar sendiri.
4. Teori disiplin mental Apresiasi, teori ini membantu anak untuk
mempunyai kemampuan untuk mempelajari sesuatu dan menguasai pengetahuan
selanjutnya. Demikian seterusnya, semakin tinggi pula masa apresiasinya.
2.2 Aliran Kedisiplinan Mental
Teori disiplin mental setidaknya mempunyai dua versi pokok, yakni humanisme
klasik dan psikologi kecakapan (faculty psychology). Masing-masing merupakan
hasil dari perkembangan tradisi budaya yang berbeda. Humanisme klasik berasal
dari Yunani kuno. Humanisme Klasik mempunyai dasar asumsi asumsi bahwa otak
manusia merupakan satu pusat atau sentral yang aktif dalam berhubungan dengan
lingkungannya, dan secara moral ia netral saat lahir. Humanisme adalah suatu
pandangan dan jalan hidup yang berpusat pada kepentingan dan nilai-nilai
manusia. Humanisme klasik itu hanya satu dari bentuk-bentuknya yang ada (Asri
Trianti, 2008: 5).
Bentuk yang berlainan dari humanisme klasik adalah humanisme psikedelik
(psychedelic humanism) dan humanisme saintifik (scientific humanism). Humanisme
psikedelik menekankan kepada sifat-sifat keotonomian dan sifat-sifat aktif
manusia dengan ciri “manusia melakukan dirinya sendiri”. Jenis humanisme ini
meliputi psikologi belajar aktualisasi diri, yang memandang manusia sebagai
individu yang baik dan aktif di dalam dirinya. Penekanan dalam belajarnya
adalah pada pelatihan kekuatan mental secara internal. Jika seseorang ingin
memiliki kecakapan atau keahlian di bidang tertentu, maka ia harus secara
internal dan intensif, melatih dirinya di bidang tersebut, hingga mampu
menguasainya. Jika Anda ingin menguasai bagaimana menyetir mobil, tentu harus
berlatih sendiri secara intensif oleh Anda sendiri sampai bisa.
Humanisme Saintifik lebih menekankan kepada peningkatan kemampuan dengan
jalan menerapkan proses pemecahan masalah secara ilmiah. Jenis humanisme ini
sesuai juga dengan psikologi bidang Gestalt. Dengan berlatih menyelesaikan atau
memecahkan masalah-masalah sosial, ujian, atau bidang permasalahan apapun, maka
seseorang akan sampai kepada penguasaan atas permasalahannya tadi. Permasalahan
yang lain pun pada akhirnya akan dapat dengan mudah diselesaikan.
Otak atau pikiran manusia dianggap sedemikian rupa sehingga dengan pengolahan
yang memadai, otak dapat mengetahui dunia seperti pada kenyataannya. Manusia
mempunyai kebebasan memilih dalam keterbatasan bertindak dilihat dari segi apa
yang dipahaminya. Sebagai makhluk yang tidak hanya memiliki instink saja, orang
lebih suka berusaha memahami sesuatu yang kompleks dan sulit-sulit, karena
mempunyai dasar akal budi. Orang mampu berpikir rasa dan berpikir rasional.
orang bertindak karena mereka paham akan apa yang dilakukannya. Dengan kata
lain mereka menyadari akan perbuatannya, atau setidaknya mereka tahu dan
berkeinginan untuk melakukan apa yang dikehendakinya.
Di dalam kerangka rujukan humanisme klasik, pengetahuan dianggap sebagai
ciri bangun prinsip kebenaran yang pasti atau tetap, yang diteruskan sebagai
warisan budaya atau sukunya. Prinsip prinsip ini telah ditemukan oleh para
pemikir besar sepanjang sejarah manusia yang kemudian disusun ke dalam
buku-buku besar. Menurut teori ini, kurikulum sekolah itu berdasar pada
falsafah dan buku-buku klasik. Dan dalam hal ini, mempelajari buku-buku besar
menjadi sesuatu yang penting. Contohnya misalnya di lembaga-lembaga pendidikan
tradisional kita yang lebih menekankan kepada mempelajari buku-buku besar
karangan para ahli di jaman lampau. Di lembaga-lembaga pesantren di Indonesia,
sampai sekarang banyak yang mendasarkan diri pada buku atau kitab-kitab
“kuning” sebagai bahan kajiannya.
Christian Wolff (1679-1754), seorang ahli filsafat Jerman, berpendapat
bahwa pikiran atau otak manusia mempunyai kecakapan yang jelas dan
berbeda-beda. Pada saat tertentu pikiran berada pada satu kegiatan khusus, dan
pada saat lain terkadang sebagai bagian dari satu aspek dari kegiatan tertentu
lain. Menurut Wolff, kecakapan dasar yang umum adalah: pengetahuan, perasaan,
ingatan, dan akal budi inti. Sedangkan kecakapan akal budi meliputi kemampuan
menggambarkan perbedaan-perbedaan dan menafsirkan atau menilai bentuk.
Kecakapan kemauan dipercaya sebagai hasil perkembangan ide atau gagasan pikiran
bahwa sifat manusia bisa dijelaskan melalui melihat dari segi prinsip
ketidakbaikan (Asri Trianti, 2008: 7).
Sebenarnya disiplin mental telah ada sejak jaman kuno, dan pengaruhnya
masih tampak dalam kegiatan komunikasi praktis, seperti di lingkungan
pendidikan atau sekolahan, di lembaga lembaga non pendidikan, dan bahkan di
organisasi-organisasi kemasyarakatan, sampai sekarang. Manusia mempunyai
kelebihan dengan adanya kemampuan berpikir dan berakal budi, hal ini yang
menyebabkan perkembangan yang berbeda. Sejak dahulu, semua binatang hanya
mengandalkan instinknya saja dalam bergerak. Mereka tidak pernah ingin merubah
kondisi kehidupannya untuk ditingkatkan sesuai dengan tuntutan jaman. Sedangkan
pada manusia, karena mempunyai nafsu dan kemauan yang dibarengi dengan
kemampuan akalnya, maka dunia dikuasainya untuk dibentuk sesuai dengan
seleranya.
Semua perubahan-perubahan itu terjadi karena manusia selalu mengalami
belajar, mengalamami perubahan perilaku ke arah yang lebih berkualitas, dalam
rangka meningkatkan kemampuannya,
terutama kemampuan akal dan budinya. Kita bisa mengembangkan konsep ini
secara aplikatif. Disiplin mental yang
sebenarnya disebut juga dengan disiplin formal yang selalu tampak dalam hampir
semua aspek pembelajaran manusia. Artinya, ketika manusia melakukan belajar, ia
selalu mengalami pelatihan secara displin, baik internal maupun eksternal.
Contoh dalam tataran praktis keseharian. Olahragawan terkemuka biasanya hasil
latihan yang disiplin. Ilmuwan terkemuka juga merupakan hasil kerja keras
belajar secara disiplin. Tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi ahli dalam
bidang tertentu.
2.3 Hakikat Teori
Kedisiplinan Mental
Teori belajar disiplin mental lebih menekankan pada keterlibatan psikis,
sedangkan fisik tidak terlalu berpengaruh. Dalam teori ini, belajar diartikan
sebagai pengembangan dari kekuatan, kemampuan, dan potensi-potensi yang
dimiliki setiap individu. Teori ini menganggap bahwa secara psikologi individu
memiliki kekuatan, kemampuan atau potensi-potensi tertentu. Belajar adalah
pengembangan dari kekuatan, kemampuan dan potensi-potensi tersebut.
Teori belajar disiplin mental merupakan salah satu pandangan yang mula-mula
memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani bernama
Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan pikiran
dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme hanyalah
ide murni yang ada di dalam pikiran,
karena pengetahuan orang berasal dari ide yang ada sejak kelahirannya. Belajar
dilukiskan sebagai pengembangan olah pikiran yang bersifat keturunan. Kepercayaa ini kemudian dikenal sebagai
konsep “disiplin mental”.
Penganut belajar disiplin mental Jean Jacgues Rousseau yang menggangap anak
memiliki potensi-potensi yang masih terpendam. Melalui belajar, anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau mengaktualkan
potensi-potensi tersebut. Sesungguhnya anak memiliki kekuatan sendiri
untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri.
Teori belajar disiplin
mental menekankan pada latihan mental yang diberikan dalam bentuk studi.
Disiplin mental juga dikenal dengan ungkapan disiplin formal. Gagasan utama
disiplin mental adalah pada otak atau pikiran
yang dianggap sebagai benda nonfisik terbaring tidak aktif hingga ia
dilatih. Kecakapan pikiran atau otak seperti ingatan, kemauan, akal budi, dan
ketekunan merupakan “otot-ototnya” pikiran atau otak tadi. Otak
dipersepsikan seperti otot-otot fisiologis yang bisa kuat jika dilatih secara
bertahap dan terus menerus serta dengan porsi yang memadai, maka otot-otot
pikiran atau otak pun demikian halnya. Otak manusia bisa kuat dalam arti
lebih tinggi kemampuannya jika dilatih secara bertahap dan memadai.
Apabila belajar ditinjau dari teori belajar disiplin mental maka belajar lebih ditekankan pada masalah penguatan
atau pendisiplinan kecakapan berpikir otak yang pada akhirnya menghasilkan
perilaku kecerdasan. Contohnya, dalam konteks komunikasi, kecakapan
berkomunikasi seseorang pun bisa dilatih sejak dini supaya berhasil dengan
baik. Tampaknya memang benar bahwa ahli-ahli komunikasi praktis seperti ahli
pidato, ahli kampanye, ahli seminar, dan sebagainya. Semuanya merupakan hasil dari proses latihan. Latihan dalam hal keahlian
ini identik dengan pengalaman. Semakin lama pengalaman seseorang di bidangnya
maka semakin ahli orang yang bersangkutan.
Menurut teori belajar disiplin
mental, orang dianggap sebagai paduan dari dua jenis zat dasar atau dua jenis
realitas, yaitu pikiran rasional dan organisme biologis. Dengan begitu, maka konsepanimal rasional digunakan untuk
mengenali manusia, sedangkan yang didisiplinkan
atau dilatih melalui pendidikan adalah pikiran.
Menurut konsep ini pada dasarnya manusia terbentuk dari dua zat yakni
mental dan fisik secara berpadu. Bagaimana pun juga, pikiran dan badan atau zat
rohaniah dan zat badaniah tidak mempunyai karakteristik umum (yang sama).
Pemikiran akan konsep pikiran atau rohani sampaisekarang masih berlangsung,
baik yang datangnya dari orang-orang primitif (yang mengatakan bahwa nyawa
berpindah ketika sedang bermimpi) maupun konsep orang-orang sekarang yang lebih
kompleks. Dalam hal ini orang melihat belajar sebagai proses perkembangan
akibat dari adanya pelatihan pikiran atau otak. Dengan demikian maka belajar
menjadi suatu proses yang terjadi di dalam di mana berbagai kekuatan seperti
imajinasi, memori, kemauan, dan pikiran diolah. Dan dari sana pendidikan pada
umumnya dan belajar pada khususnya menjadi suatu proses disiplin mental.
Teori belajar disiplin
mental setidaknya mempunyai dua versi pokok, yakni humanisme klasikdan psikologi
kecakapan (faculty psychology). Masing-masing merupakan hasil
dari perkembangan tradisi budaya yang berbeda. Humanisme klasik berasal dari
Yunani Kuno. Humanisme klasik mempunyai dasar asumsi asumsi bahwa otak manusia merupakan satu pusat
atau sentral yang aktif dalam berhubungan dengan lingkungannya dan secara moral
ia netral saat lahir. Humanisme adalah suatu pandangan dan jalan hidup yang
berpusat pada kepentingan dan nilai-nilai manusia. Humanisme klasik itu hanya
satu dari bentuk-bentuknya yang ada.
Bentuk yang berlainan dari humanisme klasik adalah humanisme psikedelik (psychedelic
humanism) dan humanisme saintifik (scientific humanism). Humanisme
psikedelik menekankan kepada sifat-sifat keotonomian dan sifat-sifat aktif
manusia dengan ciri “manusia melakukan dirinya sendiri”. Jenis humanisme ini
meliputi psikologi belajar aktualisasi diri yang memandang manusia sebagai
individu yang baik dan aktif di dalam dirinya. Penekanan dalam belajarnya
adalah pada pelatihan kekuatan mental secara internal. Jika seseorang ingin
memiliki kecakapan atau keahlian di bidang tertentu, maka ia harus secara
internal dan intensif melatih dirinya di bidang tersebut hingga mampu
menguasainya.
Humanisme saintifik lebih menekankan
kepada peningkatan kemampuan dengan jalan menerapkan proses pemecahan masalah
secara ilmiah. Jenis humanisme ini sesuai juga dengan psikologi bidang Gestalt.
Dengan berlatih menyelesaikan atau memecahkan masalah-masalah sosial, ujian,
atau bidang permasalahan apapun, maka seseorang akan sampai kepada penguasaan
atas permasalahannya tadi. Permasalahan yang lain pun pada akhirnya akan dapat
dengan mudah diselesaikan.
Otak atau pikiran manusia dianggap sedemikian rupa sehingga dengan
pengolahan yang memadai, otak dapat mengetahui dunia seperti pada kenyataannya.
Manusia mempunyai kebebasan memilih dalam keterbatasan bertindak dilihat dari
segi apa yang dipahaminya. Sebagai makhluk yang tidak hanya memiliki instink
saja, orang lebih suka berusaha memahami sesuatu yang kompleks dan sulit-sulit,
karena mempunyai dasar akal budi. Orang mampu berpikir rasa dan berpikir
rasional. orang bertindak karena mereka paham akan apa yang dilakukannya.
Dengan kata lain mereka menyadari akan perbuatannya atau setidaknya mereka tahu
dan berkeinginan untuk melakukan apa yang dikehendakinya.
Di dalam kerangka rujukan humanisme klasik, pengetahuan dianggap sebagai
ciri bangun prinsip kebenaran yang pasti atau tetap, yang diteruskan sebagai
warisan budaya atau sukunya. Prinsip prinsip ini telah ditemukan oleh para
pemikir besar sepanjang sejarah manusia yang kemudian disusun ke dalam
buku-buku besar. Menurut teori ini, kurikulum sekolah itu berdasar pada
falsafah dan buku-buku klasik. Dan dalam hal ini, mempelajari buku-buku besar
menjadi sesuatu yang penting. Contohnya, di lembaga-lembaga pendidikan tradisional kita yang lebih menekankan kepada
mempelajari buku-buku besar karangan para ahli di jaman lampau. Di
lembaga-lembaga pesantren di Indonesia, sampai sekarang banyak yang mendasarkan
diri pada buku atau kitab-kitab “kuning” sebagai bahan kajiannya.
Christian Wolff (1679-1754) seorang ahli filsafat Jerman, berpendapat bahwa
pikiran atau otak manusia mempunyai kecakapan yang jelas dan berbeda-beda. Pada
saat tertentu pikiran berada pada satu kegiatan khusus dan pada saat lain
terkadang sebagai bagian dari satu aspek dari kegiatan tertentu lain. Menurut
Wolff, kecakapan dasar yang umum adalah pengetahuan, perasaan, ingatan, dan
akal budi inti. Sedangkan kecakapan akal budi meliputi kemampuan menggambarkan
perbedaan-perbedaan dan menafsirkan atau menilai bentuk. Kecakapan kemauan
dipercaya sebagai hasil perkembangan ide atau gagasan pikiran bahwa sifat
manusia bisa dijelaskan melalui melihat dari segi prinsip ketidakbaikan.
Sebenarnya disiplin mental telah ada sejak jaman kuno, dan pengaruhnya masih
tampak dalam kegiatan komunikasi praktis, seperti di lingkungan pendidikan atau
sekolahan, di lembaga lembaga non pendidikan, dan bahkan di
organisasi-organisasi kemasyarakatan sampai sekarang. Manusia mempunyai
kelebihan dengan adanya kemampuan berpikir dan berakal budi, hal ini yang
menyebabkan perkembangan yang berbeda. Sejak dahulu, semua binatang hanya
mengandalkan instinknya saja dalam bergerak. Mereka tidak pernah ingin merubah
kondisi kehidupannya untuk ditingkatkan sesuai dengan tuntutan jaman. Sedangkan
pada manusia, karena mempunyai nafsu dan kemauan yang dibarengi dengan
kemampuan akalnya, maka dunia dikuasainya untuk dibentuk sesuai dengan
seleranya.
Semua perubahan-perubahan itu terjadi karena manusia selalu mengalami
belajar, mengalami perubahan perilaku ke arah yang lebih berkualitas dalam
rangka meningkatkan kemampuannya terutama kemampuan akal dan budinya. Kita bisa
mengembangkan konsep ini secara aplikatif. Disiplin mental yang
sebenarnya disebut juga dengan disiplin formal yang selalu tampak dalam hampir
semua aspek pembelajaran manusia. Artinya, ketika manusia melakukan belajar, ia
selalu mengalami pelatihan secara displin, baik internal maupun eksternal.
Contohnya, olahragawan terkemuka biasanya hasil latihan yang
disiplin ilmuwan terkemuka
juga merupakan hasil kerja keras belajar secara disiplin. Tidak ada orang yang
tiba-tiba menjadi ahli dalam bidang tertentu
2.4 Tujuan Teori Disiplin Mental
a. Siswa dapat menguasai materi pembelajaran secara bertahap dan
terus menerus.
b. Siswa mampu mengikuti pembelajaran secara maksimal.
2.5 Implementasi implementasi teori disiplin mental
Implementasi teori disiplin mental dalam pembelajaran, khususnya dalam Ilmu
Pengetahuan Sosial dilaksanakan dengan cara merancang materi-materi
pembelajaran secara bertahap, kemudian
memberikan materi-materi kepada anak dan memberikan evaluasi berbasis disiplin
mental.
Disiplin mental yang sebenarnya disebut juga dengan disiplin formal yang
selalu tampak dalam hampir semua
aspek pembelajaran manusia. Artinya, ketika manusia melakukan belajar, ia
selalu mengalami pelatihan seara disiplin, baik internal maupun eksternal.
Contoh dalam tataran praktis keseharian. Olahragawan terkemuka biasanya hasil dari latihan yang disiplin. Tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi ahli
dalam bidang tertentu. Ilmuwan terkemuka juga merupakan hasil kerja belajar
secara disiplin. Tidak ada orang yang tiba-tiba menjadi ahli dalam bidang
tertentu.
Penerapan secara nyata dalam proses belajar mengajar yang berhubungan
dengan disiplin mental dalam setiap mata pelajaran (misalnya pembelajaran
tingkat SMP) sebagai berikut:
1. Pembelajaran Ekonomi, guru memberikan materi pembelajaran tentang sistem perilaku ekonomi dan
kesejahteraan dengan memberikan pengertian tentang sistem berekonomi, ketergantungan,
sosialisasi dan pemberian kerja, perkoperasian, kewirausahaan, dan
pengelolaan keuangan perusahaan. Materi-materi tersebut dapat disampaikan
siswa dengan menerangkan atau menggunakan buku
dan diakhir pembelajaran siswamengerjakan LKS sebagai tes hasil evaluasi.
2. Pembelajaran Sejarah, guru dapat menggunakan gambar dan media lain dengan memberikan materi
tentang dasar-dasar ilmusejarah, fakta, peristiwa dan proses sejarah. Siswa
diakhir pembelajaran diminta untuk menerangkan kembali tentang pembelajaran tersebut agar lebih memperdalam materi pembelajaran bagi siswa lainnya.
3.Pembelajaran Geografi Guru dapat menggunakan peta dan diskusi tentang
materi sistem informasi geografi, interaksi gejala fisik dan sosial,
struktur internal suatu tempat, interaksi
keruangan dan persepsi lingkungan dan kewilayahan. Guru dapat memberikan tugas
dengan mempelajari materi lain untuk memperdalam materi.
4. Pembelajaran PKn, guru dapat mengunakan strategi belajar kelompok, untuk membahas tentang
persatuan bangsa, nilai dan norma, hak asasi mausia, kebutuhan hidup,
kekuasaan dan politik, masyarakat demokratis, Pancasila dakonstitusi negara
serta globalisasi. Guru kemudian dapat bertanya kepada siswa satu persatu untuk
menjawab pertanyaan dari guru untuk mengukur
kedalaman pemahaman materi.
Teori disiplin mental juga dapat dilaksanakan dengan menggunakan
pembelajaran dengan strategi ekspositori. Model pengajaran ekspositori
merupakan kegiatan yang terpusat pada guru. Guru aktif memberikan
penjelasan atau informasi terperinci
tentang bahan pengajaran. Tujuan utama pengajaranekspositori adalah memindahkan
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai
kepada siswa. Hal yang esensial pada bahan pengajaran harus dijelaskan kepada
siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 172)
Guru dapat mengembangkan potensi siswa yaitu dengan cara :
1. Guru harus kreatif (potensi siswa diasah dan dilatih), hal ini ada
dalam teori daya (teori yang masih serumpun dengan teori belajar disiplin
mental).
2. Yakin bahwa semua individu memiliki potensi, bakat, dan
lain-lain (teori netivisme).
3. Jika guru tidak mampu mengembangkan potensi siswa yang khusus, maka
guru harus mendekati potensi siswa yang umum. Contohnya, guru harus memberikan
rasa aman kepada siswanya, dalam artian guru tidak boleh mempermalukan siswanya
di depan kelas.
Teori disiplin mental apabila diimplementasikan dampak positifnya
menjadikan siswa semakin hari semakin meningkat kemampuannya dalam menguasai
materi dan ketrampilan. Siswa menjadi disiplin untuk mempelajari materi
pembelajaran setahap demi setahap, dan semakin lama akan semakin banyak.
Dampak negatif dari penerapan disiplin mental apabila dilaksanakan secara
dominan dan tidak memperhatikan faktor-faktor psikologi akan membuat siswa menjadi tegang, dan proses belajar mengajar tidak
bervariatif. Segi kognitif siswa yang kadang-kadang tidak cocok dengan
metode pembelajaran berbasis disiplin mental menjadi terbebani dengan
pembelajaran tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori belajar disiplin mental, merupakan salah satu pandangan yang
mula-mula memberikan definisi tentang belajar yang disusun oleh filsuf Yunani
bernama Plato. Pandangan filsafatnya yaitu tentang idealisme yang melukiskan
pikiran dan jiwa yang bersifat dasar bagi segala sesuatu yang ada. Idealisme
hanyalah ide murni yang ada di dalam fikiran, karena pengetahuan orang berasal
dari ide yang ada sejak kelahirannya. Belajar dilukiskan sebagai pengembangan oleh fikiran yang bersifat keturunan.
Implementasi teori disiplin mental dalam pembelajaran, khususnya dalam Ilmu
Pengetahuan Sosial dilaksanakan dengan cara merancang materi-materi
pembelajaran secara bertahap, kemudian
memberikan materi-materi kepada anak dan memberikan evaluasi berbasis disiplin
mental.
3.2 Saran
Sebaiknya
kedisiplinan mental perlu ditanamkan pada diri setiap individu, karena
kediplinan mental sangat penting didalam kegiagan belajar mengangajarm, baik
sebagai pengajar atau peseta pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar